Musim Tanam. Pada musim kemarau, hama dan penyakit
padi yang umumnya timbul berdasarkan tingkat keparahannya adalah tikus,
diikuti oleh penggerek batang, dan walang sangit. Oleh karena itu,
langkah-langkah pengendalian dititikberatkan pada hama tikus. Pada musim
hujan, hama dan penyakit yang biasa timbul adalah tikus, wereng coklat,
penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro, blas, hawar daun
bakteri, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Dalam
keadaan khusus, hama dan penyakit berkembang di luar kebiasaan tersebut.
Misalnya pada musim kemarau yang basah, wereng coklat dapat juga
menjadi masalah bagi varietas rentan (Hendarsih et al. 1999).
Stadia Tanaman. Pada periode bera, larva penggerek
batang berada di dalam singgang dan adakalanya singgang terinfeksi virus
tungro, dan berbagai penyakit yang disebab-kan oleh bakteri. Di dalam
jerami bisa juga terdapat sklerotia dari beberapa penyakit jamur. Tikus
bisa berada di tengah-tengah tanaman lain atau bersembunyi di tanggul
irigasi. Pada lahan yang cukup basah, keong mas juga dapat ditemukan.
Semua hama dan penyakit pada saat bera bisa menjadi sumber hama dan
penyakit pada pertanaman berikutnya.
Di persemaian dapat dijumpai tikus, penggerek batang, wereng hijau,
bibit terinfeksi tungro, dan telur siput murbai. Hama dan penyakit pada
stadia vegetatif adalah siput murbai, ganjur, hidrelia, tikus, penggerek
batang, wereng coklat, hama penggulung daun, ulat grayak, lembing batu,
tungro, penyakit hawar daun bakteri, dan blas daun. Pada stadia
generatif biasanya ada tikus, penggerek batang, wereng coklat, hama
penggulung daun, ulat grayak, walang sangit, lembing batu, tungro,
penyakit hawar bakteri, blas leher dan berbagai penyakit yang disebabkan
oleh cendawan.
Budi Daya Padi. Budidaya tanaman padi dalam usaha
peningkatan produktivitas mempengaruhi keberadaan hama dan penyakit.
Pengolahan tanah, pembersihan gulma dan singgang, pemupukan berimbang,
pengaturan jarak tanam, pengairan, dan pemeliharaan ikan dapat
mengurangi serangan beberapa hama dan penyakit padi. Pengairan berselang
selain meningkatkan hasil panen juga mengurangi serangan penyakit padi.
Namun bisa juga budi daya padi mempunyai pengaruh ganda yang
berlawanan, yaitu pada satu sisi meningkatkan hasil panen, di sisi lain
merangsang perkembangan hama dan penyakit. Introduksi varietas unggul di
awal 1970 telah meningkatkan produksi padi yang tinggi, tetapi ledakan
wereng coklat pada dekade 70an diduga terjadi karena adopsi varietas
unggul yang peka terhadap wereng coklat dan responsif terhadap pemupukan
(Mochida et al. 1980). Demikian juga ledakan penggerek batang padi
putih pada dekade 90an, diduga disebabkan oleh luasnya pertanaman IR64
dan penyimpangan iklim (Hendarsih et al. 2000).
Musuh Alami. Pada pertanaman padi banyak sekali
organisme berguna yang dapat menekan populasi hama dan patogen penyakit.
Berbagai jenis laba-laba sangat berguna dalam memangsa berbagai
serangga hama (Widiarta et al. 2001). Selain itu parasitoid berfungsi
menekan peningkatan populasi hama serangga. Parasitoid telur wereng
coklat Anagrus spp. dan Oligosita spp. berfungsi menekan ledakan wereng
coklat secara alami. Selain itu di lapangan terdapat bakteri antagonis
yang dapat menekan cendawan penyakit hawar pelepah daun (Sudir dan
Suparyono 2000). Banyak entomopatogen yang secara tidak disadari ikut
mengendalikan serangga hama, dan dapat dibiakkan untuk pengendalian
secara hayati.
Tindakan Pengendalian. Pengendalian terhadap satu
jenis hama dapat menimbulkan populasi yang asalnya tidak penting.
Ledakan ganjur di Pantai Utara Jatiluhur pada tahun 1970an diduga karena
gencarnya penyemprotan pestisida dari udara sejak 1968. Beberapa
insektisida ternyata sangat toksik terhadap banyak fauna, termasuk musuh
alami yang populasinya tertekan, sehingga populasi hama terus bertambah
dan berubah menjadi hama yang resisten terhadap insektisida yang
bersangkutan. Beberapa insektisida bukan saja berspektrum luas (broad
spectrum) tetapi juga memicu perkembangan populasi (resurjensi). Hal
tersebut terjadi pada wereng coklat, sehingga melahirkan Inpress No. 3
th 1986, tentang larangan 57 jenis insektisida. Adopsi varietas tahan
adalah cara pengendalian yang paling aman terhadap lingkungan. Namun
jika satu varietas tahan ditanam secara terus-menerus pada areal luas
yang akan menyebabkan perubahan biotipe hama atau ras patogen penyakit.
Untuk wereng coklat, perubahan biotipe menuju yang lebih ganas
berlangsung sangat cepat, sebab kebanyakan varietas tahan diatur oleh
gen monogenik. Tekanan terhadap populasi wereng sangat tinggi sehingga
cepat berubah menjadi biotipe yang lebih virulen. Wereng hijau cepat
beradaptasi dengan varietas baru sehingga dalam beberapa waktu musim
tanam, varietas yang semula tidak tertular tungro menjadi rentan tungro,
karena sifat ketahanan yang dimiliki adalah tahan wereng hijau.
Varietas tahan blas cepat sekali menjadi rentan, karena ras blas di
lapang cepat berubah dan menyesuaikan diri dengan varietas yang baru
diintrodaksi. Luasnya pertanaman IR64 menyebabkan varietas ini diinfeksi
parah oleh bakteri hawar daun. Dengan demikian diketahui bahwa
pengendalian hama dan penyakit tidak bisa mengandalkan satu cara
pengendalian.
Pola Tanam. Pada lahan beririgasi teknis, pengairan
dapat diatur sehingga waktu tanam dapat ditentukan dan waktu tanam
menjadi serempak. Tanam serempak dapat mengurangi serangan berbagai hama
dan penyakit. Pengendalian tungro dengan waktu tanam tepat dan
pergiliran varietas tahan dapat diterapkan pada lahan pertanaman
serempak seperti di Sulawesi Selatan (Sama et al. 1991). Pada lahan yang
penanamannya tidak serempak, pertanaman musim hujan setelah kekeringan
paling rawan terhadap eksplosi hama dan penyakit, terutama setelah
pertanaman MK II. Hama dan penyakit yang berpotensi eksplosif pada musim
hujan setelah kekeringan adalah wereng coklat dan tungro. Kegagalan
pengendalian tikus pada dua musim tanam sebelumnya akan memperparah
serangan tikus pada musim hujan. Apabila dilakukan penanaman pada MK II
maka akan terjadi akumulasi populasi. Pada kondisi tersebut keberhasilan
pengendalian tikus pada musim hujan (sebelum MK I) berdampak terhadap
keberhasilan pengendalian tikus pada MK I dan MK II, kemudian berlanjut
pada musim hujan. Jika pengendalian tikus pada awal musim hujan sebelum
kekeringan kurang baik, akan menyebabkan kegagalan berantai sampai musim
hujan setelah kekeringan.
Di beberapa tempat, walaupun beririgasi teknis karena alokasi air
yang terbatas atau kelompok tani kurang berjalan, waktu tanam menjadi
tidak serempak. Pada pola tanam tidak serempak, hama yang perlu diamati
adalah tikus, terutama pada musim kemarau. Ketidakserempakan tanam
memberikan kesempatan bagi tikus untuk bereproduksi (breeding period)
dalam waktu yang lebih panjang. Selain itu, pengendalian tungro dengan
pergiliran varietas berdasarkan ketahanan terhadap wereng hijau kurang
berhasil karena selalu ada tanaman yang muda, tempat wereng hijau
berkembang menularkan virus tungro. (bbpadi.litbang.deptan.go.id)