Sebagai orang yang tidak memiliki background pertanian, saya cukup tertarik dengan acara ini. Kegiatan mengawinkan tanaman padi ini sendiri sebenarnya dalam rangka mengedukasi para petani tentang bagaimana cara mendapatkan bibit tanaman padi yang unggul. Maksudnya tentu agar petani tidak hanya tahu bagaimana cara menanam padi dengan baik, tetapi juga mengetahui bagaimana bibit padi yang mereka tanam diperoleh dari rangkaian percobaan yang lama dan tidak mudah. Menurut Ir. Suprayogi, M.Sc., Ph.D yang menjadi trainer, untuk mendapat bibit padi yang unggul setidaknya membutuhkan waktu lima tahun. Itupun kalau kita beruntung. Kalau tidak, seringkali butuh waktu yang lebih lama.
Cara yang diajarkan kepada para petani ini adalah salah satu usaha memuliakan tanaman secara tradisional. Butuh ketelitian dan kesabaran, serta waktu yang tidak sedikit. Meskipun saat ini sudah ada cara untuk mendapatkan bibit unggul dengan pendekatan bioteknologi modern, sebagian peneliti masih menggunakan cara konvensional seperti ini dengan alasan bibit yang didapatkan relatif sepi terhadap penolakan karena dianggap aman. Bandingkan dengan bibit tanaman hasil rekayasa genetik, tidak sedikit pihak yang menentang. Karenanya sebagai orang yang memiliki background bioteknologi, saya cukup senang bisa belajar ilmu baru ini. Kali-kali saja suatu saat saya bisa menggabungkan cara konvensional dan modern untuk mendapatkan bibit unggul yang aman, berkualitas, namun dalam waktu yang singkat!
Kenapa sih kita harus mengawinkan segala? Bukannya tanaman seperti padi bisa kawin dengan sendirinya? Ya betul, tanaman padi memang bisa kawin secara alami dengan dirinya sendiri karena setiap bulir padi terdapat benang sari dan serbuk sari (kelamin jantan) dan putik (kelamin betina). Secara alami perkawinan yang terjadi dibantu oleh angin. Namun karena kita menginginkan bibit padi yang memiliki sifat unggul dari gabungan dua tetua padi dengan sifat berbeda, kegiatan menyilangkan padi dengan bantuan manusia perlu dilakukan.
Misalnya padi jenis A memiliki karakteristik: Beras yang dihasilkan pera (tidak pulen), namun wangi. Sementara padi jenis B memiliki karakteristik sebaliknya: Beras yang dihasilkan pulen, namun tidak wangi. Dari kedua tetua ini kita berharap menghasilkan anakan yang memiliki sifat unggul: berasnya pulen dan wangi, dua sifat unggul gabungan dari dua tetua.
Lalu bagaimana cara menyilangkan padi? Kurang lebih prosedur sederhananya sebagai berikut:
- Pilih tanaman padi, jenis A atau B. Misalnya kita pilih jenis A.
- Pilih padi yang sudah nampak berbulir namun belum berbentuk beras (bisa dibedakan dengan diterawang). Potong ujung bagian atas butirnya dengan gunting, atau jika tidak kita biarkan dia membuka dengan sendirinya (biasanya di pagi hari).
- Hilangkan semua alat kelamin jantannya (benang sari terlihat menjuntai) dengan tusuk gigi. Hati-hati jangan sampai alat kelamin betina (putik) ikut terambil. Lakukan prosedur ini ke semua butir padi yang berdekatan. Atau jika tidak, buang butir padi yang tidak kita ambil kelamin jantannya. Tutup butir padi yang alat kelamin jantannya sudah kita ambil (sehingga sekarang hanya memiliki alat kelamin betina) dengan plastik untuk mencegah masuknya serbuk sari dari butir padi yang lain.
- Pilih tanaman padi jenis satunya, misalnya B. Setelah butir padi membuka dengan sendirinya (biasanya di pagi hari), periksa apakah serbuk sarinya sudah matang. Jika sudah, dekatkan padi ini ke jenis padi A (buka dulu plastik penutup butir padi jenis A). Lalu lambai-lambaikan padi jenis B sampai serbuk sarinya terlepas dan masuk ke butir padi jenis A yang hanya mengandung alat kelamin betina.
- Lalu tandai padi yang sudah kita silangkan tersebut. Biarkan butir padinya tumbuh menjadi bulir gabah yang mengandung bibit padi hasil persilangan.
- Tanam bulir gabah ini dan biarkan tumbuh menjadi tanaman padi. Biarkah generasi anakan pertama ini tumbuh dan menghasilkan butir-butir gabah. Dari butir gabah yang diperoleh, kita bisa melakukan seleksi dan mencari tanaman dengan karakteristik unggul: Pulen dan wangi seperti yang diinginkan. Jika kita sudah menemukan, tumbuhkan lagi bibit unggul ini dan seleksi lagi sampai didapatkan hasil bibit yang unggul dan stabil (tidak berubah lagi).
- Jika selama proses penumbuhan bibit dan seleksinya kita memperoleh dua sifat yang berbeda: unggul dan tidak unggul, pilih hanya yang memiliki sifat unggul. Singkirkah jenis anakan dengan sifat yang tidak unggul.
- Jika selama proses penumbuhan bibit dan seleksinya ternyata kita hanya mendapatkan anakan yang tidak unggul, jangan putus asa. Tumbuhkan lagi bibit padi dengan sifat yang kurang bagus ini, sampai dihasilkan anakan berikutnya. Diharapkan anakan berikutnya ada yang memiliki karakteristik sifat yang unggul. Jika belum diperoleh juga, lakukan lagi dan lagi, sampai benar-benar didapatkan bibit anakan yang memiliki sifat unggul yang kita inginkan. Jika beruntung, kita akan memperoleh anakan dengan sifat unggul dalam waktu singkat. Jika tidak kita harus terus mencoba. Sampai kapan? sampai kita mendapatkan jenis unggul yang diinginkan.
Yang unik dari training singkat ini, secara umum petani beranggapan bahwa ternyata tidak mudah mendapatkan bibit unggul. Butuh ketelitian dan kesabaran. Bahkan ada yang berujur, “Kalau lihat prosesnya yang harus teliti dan butuh waktu lama, biar saya tetap jadi petani saja lah, urusan mendapat bibit unggul biar urusan bapak/ibu dosen dan para peneliti lain!”. Sementara yang lain dengan riuh mengiyakan.
Hahaha…memang betul pak, kegiatan memuliakan tanaman ternyata memang tidak mudah. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melakukannya. Saya juga termasuk yang bukan ahlinya. Tetapi kalau bapak-bapak ingin belajar, ya monggo tidak ada larangan, di Unsoed banyak ahli pemuliaan tanaman yang bisa kita gali ilmu dan pengalamannya. Ayo kita belajar bersama
. Sungguh akan menjadi pengalaman menarik dan sangat berharga!
0 komentar:
Posting Komentar